Selasa, 31 Januari 2023

 

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Teori belajar behavioristic, merupakan teori belajar yang banyak dianut oleh para guru hampir diseluruh dunia termasuk diindonesia, menurut teori ini belajar adalah perubahan tingkah laku peserta didik, perubahan itu disebabkan adanya stimulus yang diberikan guru, kemudian peserta didik meresponnya dengan melakukan tindakan berfikir dan menunjukkan hasilnya, jika hasil yang dikerjakan peserta didik belum sesuai dengan kaidah yang benar maka peserta didik tersebut belum dikatakan belajar, teori ini mementingkan ; 1) adanya input/stimulus yang diberikanguru 2) adanya output yang berupa respon 3). Adanya penguatan (reinforcemen) baik yang positif maupun yang negative. Penguatan positif (positif Reinforcenment) artinya penguatan yang diberikan guru semakin kuat   menjadikan peserta didik semakin giat  belajar, sedang penguatan negative (negative reinforcement) artinya pengurangan pengutan yang diberikan  guru menyebabkan peserta didik giat belajar.

Tokoh-tokoh teori behavioristik antara lain Thorindike, Waston, Clack Hull, Edwin Gutrie dan Skiner, walaupu mereka setuju dengan pengertian belajar ini, namun ada beberapa perbedaan. Thorendike, mengatakan bahwa perubahan tingkah laku dapat berujud kongrit (yang dapat diamati) maupun abstrak (tidak dapat diamati),  yang kongkrit bisa diukur, namunn yang abstrak tidak dijelaskan bagaimana cara pengukuran tingkah lakunya. Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionisme (teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.)

 

 

 

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.

STIMULUS adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan RESPON adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru

Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika siswa diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati

Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku-tingkah laku yang tidak dapat diamati. Namun demikian, teorinya telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini disebut juga sebagai aliran Koneksionisme (Connectionism).

J.B. Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.  Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) dapat digambarkan sebagai berikut

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

Sebagaimana Hull, Edwin Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya akan menimbulkan perubahan tingkah laku Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut.

Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus– respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner. 

Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.  Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yangmempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.  Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu: 1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara. 2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.  3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya. 

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respons. Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teoribehavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.  Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsurunsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukanAplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:  1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya  2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.  3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup  4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.  Salah satu contoh pembelajaran behavioristik adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed Instruction), di mana pembelajaran terprogram ini merupakanpengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Dalam Schunk (2012) PI melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara berurutan yang setiap frame memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan test yang akan direspon oleh siswa.  Pada jaman modern ini, aplikasi teori behavioristik berkembang pada pembelajaran dengan powerpoint dan multimedia. Dalam pembelajaran dengan powerpoint, pembelajaran cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk powerpoint yang telah disusun secara rinci. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada siswa bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada akhir test.

Senin, 05 September 2022

 

Belajar Makhorijul Huruf Hijaiyah yang Harus Dipahami




Ilustrasi Makhorijul Huruf, sumber: APKPure Com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Makhorijul Huruf, sumber: APKPure Com
Makhorijul huruf adalah tempat keluarnya huruf saat membaca Alquran atau huruf hijaiyah. Yang mana saat membacanya, kita harus membunyikan huruf sesuai dengan makhrajnya. Makhraj adalah tempat keluarnya suatu huruf.
Sehingga agar bisa melafalkan bacaan Al qran dengan baik, maka kita harus bisa membedakan bunyi huruf satu dengan lainnya.

Belajar Makhorijul Huruf Hijaiyah

Secara umum, tempat keluarnya huruf saat membaca Alquran terbagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut:
1. Al-Jauf (Rongga Mulut)
Al-Jauf adalah tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada rongga mulut. Bunyi huruf hijaiyah yang keluar dari rongga mulut antara lain alif (ا), wawu (و), dan qaf (ق).
2. Al-Halq (Tenggorokan)
Al-Halq adalah tempat keluarnya huruf hijaiyah di tenggorokan. Di tenggorokan, terdapat 3 bagian yang menjadi tempat keluarnya huruf hijaiyah, antara lain sebagai berikut.
Aqsha al-Halq (pangkal tenggorokan), huruf hijaiyah yang dibaca adalah Ha (هـ)
Wasathu al-Halq (tengah tenggorokan), huruf hijaiyah yang dibaca adalah ha kecil (ج) dan ‘ayn (ع)
Adna l-Halq (ujung tenggorokan), huruf hijaiyah yang dibaca adalah kho’ (خ) dan ghoyn (غ).
3. Al-Lisan (Lidah)
Al-Lisan adalah tempat keluarnya huruf hijaiyah dari lidah. Berikut ini huruf-huruf hijaiyah yang tempat keluar bunyinya menggunakan lidah.
Huruf Qof (ق), tempat keluarnya dari pangkal lidah dan langit-langit mulut bagian belakang.
Huruf Kaf (ك), tempat keluarnya dari pangkal lidah bagian tengah dan langit-langit mulut bagian tengah.
Huruf Jim ( ج ), Syin ( ش ) dan Ya’ ( ي ), tempat keluarnya dari tengah-tengah lidah.
Huruf Dlod ( ض ), tempat keluar hurufnya dari pangkal tepi lidah.
Huruf Lam (ل), tempat keluarnya dari ujung tepi lidah.
Huruf Nun (ن), tempat keluarnya dari ujung lidah.
Huruf Ro’ (ر), tempat keluarnya dari ujung lidah tepat.
Huruf Dal (د), Ta’ (ت) dan Tho’ (ط), tempat keluarnya dari ujung lidah yang sedikit dijepit antara dua gigi seri atas dan bawah.
Huruf Shod (ص), Sin (س) dan Za’ (ز), tempat keluarnya dari ujung lidah.
Huruf Dho’ (ظ), Tsa’ (ث) dan Dzal (ذ), tempat keluarnya berasal dari ujung lidah dan bertepatan dengan gigi seri atas.
4. As-Syafatain (Dua Bibir)
As-Syafatain adalah tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada kedua bibir. As-Syafatain dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut.
Huruf Fa’ (ف), tempat keluar hurufnya berasal dari bibir bawah yang bersinggungan dengan ujung gigi seri atas
Huruf Mim (م), Ba (ب), dan Wawu (و), tempat keluar hurufnya berasal dari pertemuan bibir atas dan bibir bawah.
5. Al-Khaisyum (Saluran Hidung)
Al-Khaisyum adalah tempat keluarnya huruf hijaiyah melalui saluran hidung. Jika menutup hidung saat melafalkan huruf tersebut, maka tidak bisa terdengar. Ada pun hurufnya yaitu mim (م) dan nun (ن).
Makhorijul huruf adalah tempat keluarnya huruf saat membaca Al Quran yang terbagi atas 5 tempat, mulai dari rongga mulut hingga saluran hidung. Dengan memahami 5 tempat keluarnya huruf hijaiyah tersebut kita bisa terus belajar agar bisa membaca Al Quran dengan baik dan benar. (ANG)
sumber : https://kumparan.com/berita-update/belajar-makhorijul-huruf-hijaiyah-yang-harus-dipahami-1v6paiujv0p/full

Senin, 24 Februari 2020

KEGIATAN BELAJAR 1


KEGIATAN BELAJAR 1
KEKUATAN JIWA YANG MEMBENTUK AKHLAK AL-KARIMAH

A.  Capaian Pembelajaran

Mampu menganalisis hakekat  akhlak dan kekuatan pendukungya dalam jiwa manusia

B.   Sub CP/Indikator Kompetensi

1.      Mendefinisikan hakekat akhlak al-karimah.
2.      Membedakan potensi-potensi jiwa;  Quwwah al-Ilmi, Quwwah al-Ghadhab, Quwwah asy-Syahwah, dan Quwwah al-‘Adalah dalam jiwa manusia.
3.      Menganalisis terbentuknya akhlak al-karimah dengan sumber-sumber kemuliaan; hikmah, syaja'ah, iffah,  dan ‘adalah

C.  Uraian Materi
1.  Definisi Akhlak al-Karimah
Bagaimana Saudara sudah siap untuk mengkaji definisi akhlak? Saudara tidak perlu tegang atau takut. Ingat tidak ada yang susah kalau Saudara sudah bisa. Dan tidak ada yang tidak bisa diraih kalau Saudara sungguh-sungguh  من جد وجد
 Baik, kita mulai fahami menurut bahasa terlebih dahulu.
Menurut bahasa kata Akhlak dalam bahasa Arab merupakan jama’ dari خلق/khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, sopan santun atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi persesuaian dengan perkataan خلق/khalqun berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خالق/khalik yang berarti pencipta, demikian pula مخلوق/makhluqun yang berarti yang diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk (Mushtofa, Akhlak Tasawuf, 2008: 11)
 Sudah nyambung? Coba selanjutnya Saudara fahami beberapa definisi akhlak menurut para ahli berikut:
a. Ibnu Miskawih
الخلق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر ولا روية
“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong tindakan-tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangan lagi” (Ibn. Miskawaih, Thadzib al-Akhlaq, 1985; 25)
Kondisi jiwa seseorang dalam definisi Ibn Miskawaih di atas merupakan kondisi jiwa yang sudah terbiasa melakukan tindakan-tindakan tertentu, sehingga tindakan-tindakan tersebut seakan sudah mendarah daging, mereka akan melakukannya secara sepontan ketika mendapatkan stimulus tertentu.

b. Al-Ghazali
الخلق عبارة عن هَيْئَةٌ فِي النَّفْسِ رَاسِخَةٌ عَنْهَا تُصْدِرُ الْأَفْعَالَ بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى فِكْرٍ وَرَوِيَّةٍ

“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah mendarah daging yang mendorong dilakukannya perbutan-perbuatan dengan mudah lagi gampang tanpa berfikir panjang” (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 890)
Gambaran sifat-sifat jiwa yang sudah terlatih dan juga sudah mendarah daging yang dapat menjadi sumber inspirasi dan mendorong tindakan-tindakan yang bersifat spontan. Tindakan-tindakan seperti inilah yang dapat dikategorikan sebagai akhlak. Apabila seuatu perbuatan dilakukan dengan mempertimbangkan dahulu, apa untung ruginya bagi si pelaku perbuatan tersebut, maka belum dikatakan sebagai akhlak.

c. Prof. Dr. Ahmad Amin
Seorang ahli Ilmu Akhlak modern, yakni Ahmad Amin dalam bukunya Kitab al-Akhlaq, menegaskan bahwa pada dasarnya akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, bukan perbuatan yang tidak ada kehendaknya. Seperti bernafas, denyut jantung, kedipan mata dan lain-lain (Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, 2012; 10).
Akhlak merupakan perbuatan yang mudah dilakukan karena telah didik dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari.  Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan melalui ikhtiar. Pelakunya mengetahui baik atau buruk dari perbuatan yang dilakukannya. Karena perbuatan akhlak juga termasuk perbuatan yang kelak akan dipertanggung-jabawkan di hadapan Allah Swt. 
Selain tiga tokoh  ahli dalam bidang akhlak tersebut di atas sebenarnya masih banyak, tetapi pada dasarnya sama bahwa akhlak unsurnya terdiri dari perbuatan sadar (ada iradah dan ikhtiar) yang didorong oleh sifat-sifat yang sudah terbiasa sehingga sekan-akan spontan dan terkesan tidak usah dipikirkan sebelumnya.
Selamat, Saudara telah berhasil memahami apa itu definisi akhlak. Kalau masih ada waktu coba baca sekali lagi! Selanjutnya dalam KB 1 ini Saudara akan menganalisis unsur-unsur yang ada di dalam jiwa Saudara yang dapat mempengaruhi terbentuknya akhlak.

A.    Kekuatan Jiwa dan Sumber Terbentuknya Akhlak al-Karimah

Setelah Saudara mendalami berbagai pendapat mengenai definisi akhlak, kira-kira Bagaimana pendapat Saudara? Apakah akhlak seseorang bisa terbentuk dengan sendirinya? Ataukah harus dibentuk dengan mendidik dan membiasakan sampai betul-betul mendarah daging dalam dirinya? Tentunya Saudara akan setuju kalau akhlak seseorang itu harus dididik dan dibiasakan secara terus menerus dalam lingkungannya di mana ia tinggal sampai benar-benar melekat dalam jiwanya.
Dalam rangka pembentukan akhlak seseorang, Saudara perlu terlebih dahulu memahami kekuatan-kekuatan jiwa yang dapat mendorong terbentuknya akhak tersebut. Baik  bacalah dengan saksama penjelasan berikut ini:
Ibu Miskawaih menjelaskan bahwa di dalam jiwa seseorang itu terdapat tiga kekuatan (al-quwwah) yang sangat penting dalam membentuk akhlak manusia. Sementara Imam Al-Ghazali menyebutkan sebagai Ummahat al-Akhlaq wa Ushuluha dengan ditambahkan satu kekuatan (al-quwwah) sehingga genap menjadi empat kekuatan (al-quwwah) (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 936), keempatnya adalah sebagai berikut:

1. Quwwah al-Ilmi
Quwwah al-Ilmi adalah kekuatan yang berasal dari akal. Dengan akal inilah manusia dapat dengan mudah membedakan mana yang jujur dan mana yang bohong dalam berbicara, mana yang benar dan mana yang salah dalam mengambil keputusan, mana yang baik dan mana yang buruk dalam bertindak. Kekuatan inilah yang menjadi pembeda manusia dengan jenis binatang. Dengan akal manusia dapat mencipta dan mengembangakan budaya sehingga terus berkembang ke arah yang lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya.
Buahnya adalah hikmah, yakni pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu sesuai dengan syariat Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ (البقرة:269)
Artinya:
“Dia berikan hikmah kepada yang Dia kehendaki dan Siapa yang diberikan al-hikmah maka sesungguhnya dia telah diberikan kebaikan yang sangat banyak. Dan hanya orang-orang memiliki akal fikiranlah yang mampu memahaminya”. (QS. Al-Baqarah/2:169)
Al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat mempengaruhi jiwa pemiliknya dan membimbing kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-tindakan yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat (Al-Maraghi Jilid III, h. 40)
Hikmah dalam pengertian di atas, apabila dimiliki seseorang bisa menjadi salah satu sumber penting dalam pembentukan akhlak yang mulia. Dan inilah tujuan utama diutusnya Nabi Kita Muhammad Saw. ke dunia ini. Sebagaimana sabda beliau. berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ" (رواه احمد)
Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak” (H. R. Ahmad)
Coba perhatikan fenomena dunia zaman sekarang! Banyak orang kelihatannya berilmu, tapi ilmunya kurang atau bahkan tidak dapat membimbing kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-tindakan yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat. Kenapa? Jawabnya sederhanya karena ilmunya tidak mengandung hikmah.
Bagaimana, sekarang sudah mulai nyambung? Kita lanjutkan, memahami konsep hikmah.
Hikmah sebagai konsep itu mencakup empat turunan, yakni: husnu at-tadbir (baik pemikirannya), judat adz-dzihn (jernih pemikirannya), tsiqabah ar-ra’yi (tajam pemikirannya) dan shawab azh-zhann (tepat pemikirannya) (Al-Ghazali, Mizan al-‘Amal, 1964; h. 284)
Mari kita analisis konsep turunan hikmah tersebut di atas satu persatu.

a. Husnu at-Tadbir
Seseorang  yang memiliki hikmah akan menjadi husnu at-tadbir yakni cerdas dan lurus jalan fikirannya dalam mengistimbatkan (mengambil kesimpulan).  Ia akan bisa mengambil yang terbaik, dan paling bermanfaat dalam berbagai urusan, sesulit apapun dan segawat apapun. Ia tidak sekedar cerdas (kayyis), tetapi mampu memikirkan hal-hal yang abstrak dengan benar sehingga dapat mengambil keputusan yang menghasilkan kebaikan-kebaikan yang agung dan akhir yang mulia dalam berbagai urusan kehidupan.
 b. Jaudat adz-Dzihn

Seseorang  yang memiliki hikmah akan menjadi jaudat adz-dzihn, yakni memiliki kemampuan untuk dapat berfikir memperoleh kebijaksanaan ketika dihadapkan pada pendapat yang mirip-mirip dan mengandung pertentanagan-pertentangan dalam implementasi. Ia akan selalu mendapatkan kosep yang memberikan manfaat sesamanya dan diterima oleh berbagai pihak.

c. Tsiqabah ar-Ra’yi
Seseorang  yang memiliki hikmah akan menjadi tsiqabah ar-ra’yi, yakni mempunyai kecepatan kemampuan dalam menghubungkan data-data yang dimilikinya dengan sebab akibat yang mengasilkan kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat.

d. Shawab azh-Zhann
Seseorang  yang memiliki hikmah akan menjadi shawab azh-zhann, yakni ia akan mendapatkan taufiq dari Allah Swt. dengan kesesuaian antara dugaan yang terdapat dalam alam fikirannya dengan kebenaran hakiki tanpa harus lama-lama memikirkannya.

Kebalikan dari Quwwah al-Ilmi adalah lemahnya ilmu atau kebodohan, terbagi dalam dua konsep, yaitu radzilah al-khibb dan radzilah al-balah.  Radzilah al-khabb terdiri dari ad-dahaa  (tertipu) dan al-jarbazah (lemah berfikir) yaitu. Logikanya kurang sehat atau kurang lurus sehingga ketika mengambil kesimpulan sering kali tidak benar, apa yang dikatakannya baik ternyata buruk atau sebaliknya.
Sementara radzilah al-balah terdiri dari tiga hal; pertama kebodohan sebab karena kurang pengalaman belajar, kedua kebodohan sebab dari bawaan seperti idiot dan ketiga kebodohan sebab hilangnya akal atau gila.
Ilmu dalam bentuk hikmah seperti dijelaskan di atas sangat penting dalam membentuk menanamkan dan mendidik akhlak seseorang, karena ia dapat membentuk konsep diri (manset) seseorang. Apabila konsep diri seseorang tentang perbuatan itu baik, maka kelak ia akan menjadi baik perbuatannya, sebaliknya apabila konsep dirinya buruk maka mereka akan menjadi buruk perbuatannya pula.
Selesai sudah pembahasan Quwwah al-Ilmi. Apa Saudara masih sanggup melanjutkan? Hayoo … kita lanjutkan pembahasan mengenai kekuatan jiwa yang ke dua yaitu  Quwwah al-Ghadhab.

2. Quwwah al-Ghadhab
Quwwah al-Ghadhab merupakan dorongan manusia untuk menolak yang tidak disenangi dan memdapatkan kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin. Dimana ia bisa menghasilkan sifat utama yang dapat menjadi sumber akhlak yang mulia serta  menumbuhkan kebaikan-kebaikan yakni sifat syaja’ah (keberanian) (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 936). Dengan sifat syaja’ah manusia bisa berani berkorban apa saja untuk meraih kebahagian dan kemuliaan batinnya. Dan bahkan ia akan berani berkorban tidak hanya dengan apa yang dimilikinya tetapi juga berani maju mengorbankan jiwa raganya demi kemuliaan dan kebahagiaan yang diyakininya benar. 
Bagaimana setelah membaca alinea di atas? Apa yang ada di dalam fikiran Saudara mengenai hubungan konsep  Quwwah al-Ghadhab dan Syaja’ah? Untuk lebih fahamnya mari kita lanjutkan!
Syaja’ah menurut al-Ghazali dalam kitab Mizan al-Amal meliputi banyak sifat turunannya, diantara lain adalah sebagai berikut:
a. Al-Karam (kebaikan budi), yaitu berani mengambil sikap moderat untuk mengambil atau menerima keputusan penting  dalam berbagai masalah yang menyangkut kemaslahatan yang besar dan urusan-urusan yang mulia.  
b. An-Najdah (membantu, menolong), yaitu berani dalam membantu atau menolong siapapun, apalagi menolong hal yang benar, baginya merupakan jihad. Bukan penekad juga bukan penakut, apabila sudah menyakini sebuah kebenaran maka harus berani maju, meskipun harus mempertaruhkan jiwa demi kemuliaan abadi.
c.   Kibr an-Nafs (berjiwa besar), bukan sombong juga bukan rendah diri (mider). Ia berani menjadikan dirinya sebagai ahli dalam hal kemuliaan dengan penuh kerendahan hati dan menghindari perdebatan pada urusan-urusan yang sedikit manfaatnya. Ia sangat menghormati ulama.
d.   Al-Ihtimal (ketahanan dalam bekerja), berani bertanggung jawab menahan diri dalam menjalankan tugas, meski dirasa sangat berat.
e.  Al-Hilm (santun), ia dapat menahan emosi yang biasanya meledak-ledak, tidak  terpancing dalam keadaan apapun dan marah. Sikapnya tetap santun dalam menghadapi semua orang, ia sudah dapat lepas dari sikap yang buruk dalam menghadapi orang lain atas gejolak jiwa suka dan tidak suka.
g.   Al-Wiqar (tenang), menahan diri dari berbicara secara berlebihan, kesia-siaan, banyak menunjuk dan bergerak dalam perkara yang tidak membutuhkan gerakan. Mengurangi amarah, tidak banyak bertanya, menahan diri dari menjawab yang tidak perlu, menjaga diri dari ketergesaan dalam beramal, dan bersegera dalam seluruh perkara kebaikan.
Perlu Saudara ketahui bahwa Quwwah al-Ghadhab, juga dapat mendorong perbutan yang buruk bagi seseorang. Apa itu?  Jawabnya adalah at-Tahawwur dan al-Jubn. Dengan adanya dorongan manusia dari dalam dirinya untuk memdapatkan kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin berupa kemuliaan atau kekuasaan manusia bisa Tahawwur (nekad) yakni berani melakukan tindakan yang bukan pada tempatnya (Sultoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Akhlak , h. 149). Misalnya berani maju ikut tawuran, padahal belum mengetahui mana yang benar dan mana yang salah dan resikonya bisa mati terbunuh.
Juga karena di dalam diri manusia ada dorongan ingin tetap mendapatkan kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin berupa kemuliaan atau kekuasaan, maka ia bisa  bersifat Jubn (pengecut), sifat takut yang berlebihan dalam mempertahankan diri dari berbagai masalah kehidupan. Misalnya takut mengadapi ujian, padahal ujian adalah satu cara yang harus dilalui oleh siapapun yang ingin meningkatkan dan memperbaiki nasib dan derajatnya.
Bagaimana, cukup faham sudah? Kalau sudah kita lanjutkan pada bahasan berikutnya, yakni  Quwwah asy-Syahwah

3. Quwwah asy-Syahwah
Al-Quwwah asy-Syahwah yaitu kekuatan yang ada dalam diri manusia yang yang  mendorong perbutan-perbuatan untuk memperoleh kenikmatan-kenikmatan yang bersifat zhahir, yang dinspirasi oleh panca indranya seperti: mencari makanan dan minuman, mencintai lawan jenis dan lain-lainnya. Dengan kekuatan ini manusia menjadi lebih bergairah dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan. Quwwah asy-Syahwah yang baik disebut al-iffah.
Seorang dikatakan sebagai orang yang ‘affih apabila yang mampu menahan diri dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah Swt. Dengan demikian seorang yang 'afif adalah orang yang bersabar yakni taat muthlak kepada Allah Swt. baik dalam menjalankan perintah-perintah-Nya, maupun meninggalkan lawangan-Nya walaupun jiwanya (syahwatnya) sangat menginginkan untuk melanggarnya.
'Iffah merupakan  akhlaq yang sangat dicintai oleh Allah Swt. Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan-keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa. Dari sifat 'iffah inilah akan lahir sifat-sifat mulia. Diantara sifat-sifat terpuji turunan dari sifat 'Iffah adalah sebagai berikut:
a. الحياء /haya’, adalah sifat malu untuk meninggalkan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan sebaliknya malu melakukan perbutan yang dilarang oleh-Nya. Apabila jiwa manusia semua sudah memiliki sifat malu seperti ini, niscaya tidak ada lagi tindak kejahatan dimuka bumi ini. Sehingga bumi akan aman, tentram dan damai.  Karena malu akan menjadi benteng terakhir bagi diri seseorang dalam melakukan kemaksiatan
b.  القناعة/qana'ah, adalah sifat menerima atau merasa cukup atas karunia Allah Saw., sekaligus menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kekurangan yang berlebih-lebihan. Qanaah muncul dalam kehidupan seseorang berupa sikap rela menerima keputusan Allah Swt. yang berlaku bagi dirinya. Bagi siapa yang dapat menjadikan dirinya qana'ah, maka ia akan dijamin akan mendapatkan hakekat dunia, menjadi orang yang beruntung, mudah bersyukur, terhindar dari sifat hasud dan terhindar dari problema kehidupan dunia.
c.   السخاء/sakha’, yaitu sifat dermawan senanga memberikan harta dalam kondisi memang wajib memberi, sesuai kepantasannya dengan tanpa mengharap imbalan dari yang diberi dalam bentuk apapun seperti pujian, balasan, kedudukan, ataupun sekedar ucapan terima kasih (QS. Al-Insan/76:9).
Jadi seseorang disebut dermawan jika dapat memberi secara tulus ikhlas. Orang yang memberi karenan ingin balasan dari pihak yang diberi bukanlah dermawan tapi disebut berdagang. Sebab ia seolah-olah membeli balasan berupa pujian, kedudukan, ucapan terima kasih dan lainnya dengan hartanya.
d. الورع/wara’, yaitu meninggalkan hal-hal yang syubhat karena khawatir membahayakan nasibnya di akhirat kurang baik. Meninggalkan yang syubhat, yakni sesutau yang hukumnya belum jelas halal atau haram yang berlaku dalam semua aktifitas manusia, baik yang berupa benda maupun perilaku. Dan lebih dari itu meninggalkan segala hal yang kurang atau tidak bermanfaat.
Perlu Saudara ketahui juga bahwa Quwwah asy-Syahwah, dapat mendorong perbutan yang buruk bagi seseorang. Apa itu?  Jawabnya antara lain; rakus, tabdzir, ria, hasud dan lain-lain.
Bagaimana, faham? Kalau sudah,  kita lanjutkan pada bahasan berikutnya, yakni  Quwwah al-‘Adl
4. Quwwah al-‘Adl
Menurut al-Ghazali, terbentuknya akhlak yang mulia pada diri seseorang diperlukan lagi satu kekuatan, yaitu Al-Quwwah al-‘Adl, sebuah kekuatan penyeimbang dari ketiga kekuatan jiwa sebelumnya (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 935).  Sementara Ibnu Miskawaih meskipun tidak menyebutkan secara khusus adanya Al-Quwwah al-‘Adl, tetapi dalam penjelasnnya juga mengkaitkannya dengan ketiga kekuatan jiwa tersebut.
Tiga kekutan jiwa manusia yang menjadi dorongan tingkah lakunya akan menjadi baik kalau bersinergi secara adil (keseimbang). Quwwah al-Ilmi akan menjadi sumber kebaikan kalau sudah menuntun dengan mudah untuk membedakan yang benar dan yang salah dalam keyakinan, yang baik dan yang buruk dalam perbuatan serta yang jujur dan yang bohong dalam berkata-kata. Atau dengan kata lain ilmunya sudah menjadi hikmah.
Quwwah al-Ghadhab, akan menjadi baik apabila dapat dikendalikan oleh akal yang sehat dan syariat, sehingga menghasilkan sifat (syaja’ah) yang menjadi sumber berbagai akhlah yang baik. Apabila tidak mengikuti tuntunan akal dan syariat condong pada hal yang berlebih, maka dinamakan tahawwur (nekad). Tetapi bila condong pada sifat lemah dan pengurangan, maka dinamakan jubn (takut yang berlebihan).
Kemudian Quwwah asy-Syahwah, akan menjadi baik apabila dapat terdidik oleh akal dan syariat, maka ia akan menghasilkan sifat ‘iffah yang menjadi sumber dari berbagai akhlak yang mulia, seperti malu, sabar, qanaah, wara, zuhud dan lain-lain. Dan sebalikanya kalau tidak disinergikan dengan akal dan syariat, maka apabila congdong pada hal yang berlebihan disebut syarh (rakus) dan sebaliknya bila condong pada hal dikuran-kurangi disebut jumud (tidak ada kemajuan).
Singkatnya siapa yang dapat memposisikan diri di tengan dengan lurus (‘itidal) dalam empat dasar akhlak di atas, maka akhlaknya akan menjadi baik semuanya. Keempat akhlak ini, yakni hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan adl adalah sumber pokok keutamaan dan akhlak yang lainnya adalah berupa cabang-cabangnya.


TEORI PENDIDIKAN