Senin, 24 Februari 2020

PPG KB 3 AKHAQ


KEGIATAN BELAJAR 3
AKHLAK TERHADAP DIRI SENDIRI


A.   Capaian Pembelajaran

Mampu menganalisis kategori akhlak al-karimah yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri

B.  Sub CP/Indikator Kompetensi
1.      Menemukan kategorisasi akhlak yang ada hubungannya dengan diri sendiri.
2.      Menganalisis akhlak yang ada hubungannya dengan diri sendiri; khauf dan raja’, malu, rajin, hemat dan istiqamah
3.      Membedakan sebab dan akibat dari akhlak al-karimah pada diri sendiri; khauf dan raja’, malu, rajin, hemat dan istiqamah.

B.  Uraian Materi
1. Hakekat Akhlak terhadap Diri Sendiri

Berbicara akhlak adalah berbicara mengenai perbuatan baik dan buruk. Perbuatan baik yang dimaksud adalah perbuatan yang membawa manfaat dan kemuliaan. Sebaliknya perbuatan buruk maksudnya ialah perbutan yang menyebabkan kemadharatan dan kehinaan.
Dengan demikian dapat difahami bahwa akhlak terhadap diri sendiri dasarnya adalah sifat jiwa yang sudah mendarah daging yang dapat menjadi inspirasi dan mendorong perbuatan-perbuatan yang akibatnya kembali pada dirinya sendiri, baik itu perbuatan yang bermanfaat maupun perbuatan yang madharat. Meski hakekatnya tidak ada satupun manusia di dunia ini yang ingin mendapatkan keburukan apalagi keburukan tersebut jelas dari akibat perbuatannya, tatapi realitanya banyak orang yang berakhlak buruk terhadap dirinya sendiri
Sejatinya apabila Saudara sudah beramal shalih, maka berarti Saudara telah berakhlak baik kepada Allah Swt., kepada diri sendiri dan kepada sesama makhluk. Masih ingatkan kan, pengertian amal shaleh dan hakekat implementasi imannya? Semua perbuatan yang dilakukan seorang hamba karena Allah Swt. semata sebagai bentuk pengabdiannya, yakni amal  yang implementasinya didasari dengan hakekat tauhid.
Akhlak yang mulia kepada diri sendiri adalah bagian dari amal shalih. Sebagai contoh sifat malu. Sifat malu bisa baik dan sebaiknya bisa buruk bagi seseorang. Apabila ia malu melakukan sesuatu karena Allah, dipastikan ia malu meninggalkan perbuatan yang diperintahkan oleh-Nya, atau melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. Sifat malu seperti ini, adalah bagian dari keshalehan seseorang dan akan memberikan manfaat bagi dirinya serta akan menyebabkan ia akan menjadi orang mulia.
Bagaimana sudah nyambung? Mari kita lanjutkan sub bab berikutnya!

2. Macam-macam  Akhlak terhadap Diri Sendiri


Setelah Saudara memahami dengan saksama mengenai akhlak terhadap diri sendiri, bagaimana apa saja kira-kira yang termasuk akhlak terhadap diri sendiri? Ingat indikatornya adalah sifat perbuatan yang langsung berpengaruh atau berakibat baik atau memberi manfaat dan menjadikan derajatnya mulia bagi diri orang yang menyandangnya. Sifat tersebut akan menagantar pemiliknya menjadi orang yang sukses dunia akhirat.
Untuk lebih memudahkan Saudara, berikut ini adalah beberapa sifat yang di masud di atas, yaitu; khauf dan raja’, malu, rajin, hemat dan istiqamah. Dengan kelima sifat tersebut apabila sudah terpatri dalam jiwa, insyaAllah Saudara akan dapat menjadi pribadi sukses dunia akhirat.
Selanjutnya mari kita bahas satu persatu:



a.   Khauf dan Raja’
Secara bahasa, khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-Amnu adalah rasa aman, dan khauf adalah rasa takut. Khaufa adalah perasaan takut terhadap siksa dan keadaan yang tidak mengenakkan karena kemaksiatan dan dosa yang telah diperbuat.
Sedangkan raja’ adalah perasaan penuh harap akan surga dan berbagai kenikmatan lainnya, sebagai buah dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi seorang muslim, kedua rasa ini mutlak dihadirkan. Karena akan mengantarkan pada satu keadaan spiritual yang mendukung kualitas keberagamaan seorang muslim.
Kenapa kita harus mempunyai sifat khauf. Ada beberapa alasan: Pertama, supaya ada proteksi diri. Terutama dari perbuatan kemaksiatan atau dosa. Karena, nafsu selalu menyuruh kita untuk melakukan perbuatan buruk dan tidak ada kata berhenti dalam menjerumuskan kita. Oleh karena itu, kita harus membuat nafsu menjadi takut.  Seorang ahli hikmah berkata, “Suatu ketika nafsu mengajak berbuat maksiat, lalu ia keluar dan berguling- guling di atas pasir yang panas seraya berkata kepada nafsunya, “Rasakanlah! Neraka jahanam itu lebih panas dari pada yang anda rasakan ini.”
Kedua, agar tidak ujub atau berbangga diri dan sombong. Sekalipun kita sedang dalam zona taat, kita harus selalu waspada terhadap nafsu. Perasaan paling suci, paling bersih dan paling taat adalah di antara siasat halus nafsu. Karena itulah nafsu harus tetap dipaksa dan dihinakan tentang apa yang ada padanya, kejahatannya, dosa-dosa dan berbagai macam bahayanya.
Allah Swt. berfirman;
... فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى (النجم:32)
“… Jangan engkau merasa paling suci, karena Aku tahu siapa yang paling bertakwa.” (QS an-Najm, 53: 32).
Berikutnya, kenapa manusia perlu memiliki sifat raja’. Alasannya adalah pertama, agar tetap bersemangat dalam ketaatan. Sebab berbuat baik itu berat dan setan senantiasa akan mencegahnya dengan berbagai cara. Allah Swt. berfirman:
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (الأعراف:17)
Artinya:
Kemudian pasti aku akan datangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engka tidak akan mendapatka mereka banyak bersyukur. (Al-‘Araf/7: 17)
Imam al-Ghazali berkata, “Kesedihan itu dapat mencegah manusia dari makan. Khauf dapat mencegah orang berbuat dosa. Sedang raja’ bisa menguatkan keinginan untuk melakukan ketaatan. Ingat mati dapat menjadikan orang bersikap zuhud dan tidak mengambil kelebihan harta duniawi yang tidak perlu.
Kedua, agar tetap tenang dengan berbagai kesulitan hidupnya. Ketika orang benar-benar menyukai sesuatu, tentu ia sanggup memikul beban beratnya. Bahkan merasa senang dengan keadaan sulitnya itu. Seperti orang yang mengambil madu di sarang lebah, ia tidak akan pedulikan sengatan lebah itu, karena ingat akan manisnya madu.
Begitu pula orang-orang yang tekun beribadah, mereka akan berjibaku apabila ia teringat surga yang indah dengan berbagai kenikmatannya; kecantikan bidadaribidadarinya, kemegahan istananya, kelezatan makanan dan minumannya, keindahan pakaian dan keelokan perhiasannya dan semua yang disediakan Allah di dalamnya.
Di waktu yang lain, Imam Al-Ghazali menjelaskan ketika ditanya, Manakah yang lebih utama di antara sikap khauf dan raja`? Sang Hujjatul Islam menjawab dengan pertanyaan balik. Mana yang lebih enak, roti atau air? Bagi orang yang lapar, roti lebih tepat. Bagi yang kehausan, air lebih pas. Jika rasa lapar dan haus hadir bersamaan dan kedua rasa ini sama-sama besar porsinya, maka roti dan air perlu diasupkan bersama-sama, tambah sufi terbesar sepanjang masa ini.
Bagaimana kalau orang yang tidak memiliki rasa takut dan tidak punya harapan? Tentu dia akan sembarangan dalam beramal atau tidak mau berbuat apa-apa. Dan tentunya sulit dijelaskan bagaimana ia bisa menjadi orang yang sukses.

b.  Malu
Menurut bahasa malu berarti merasa sangat tidak enak hati seperti hina atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut, kepada pihak lain. Sedang menurut istilah adalah  adalah sifat yang mendorong seseorang merasa tidak enak apabila meninggalkan kewajiban-kewajiabannya sebagai hamba Allah Swt dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Malu adalah sifat atau perasaan yang membentengi seseorang dari melakukan yang rendah atau kurang sopan. Ajaran Islam mengajarkan pemeluknya memiliki sifat malu karena dapat menyebankan akhlak seseorang menjadi tinggi. Orang yang tidak memiliki sifat malu, akhlaknya akan rendah dan tidak mampu mengendalikan hawa nafsu.
Sifat malu merupakan ciri khas akhlak orang beriman. Orang yang memiliki sifat ini apabila melakukan kesalahan atau yang tidak patut bagi dirinya akan menunjukkan penyesalan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki malu merasa biasa saja ketika melakukan kesalahan dan dosa meskipun banyak orang mengetahuinya.
Perasaan malu muncul dari kesadaran akan perasaan bersalah tetapi sebenarnya perasaan malu tidak sama dengan perasaaan bersalah. Rasa malu merupakan perasaan tidak nyaman tentang bagaimana kita dilihat oleh pihak lain, yakni Allah semata. Sebagaimana konsep ihsan yang dijelaskan oleh Rasulullah sebagai berikut:
 ...أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ ... (رواه مسلم)
Artinya:
Kamu mengabdi (melakukan segala sesuatu perbuatan) kepada Allah Swt. seakan-akan melihat kamu melihatnya, lalu jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam kitabnya Madarijus Salikin  bahwa kuatnya sifat malu itu tergantung kondisi kualitas hatinya. Sedikit sifat malu disebabkan oleh kematian hati dan ruhnya, sehingga semakin hidup hati itu maka sifat malupun semakin sempurna. Beliau juga mengatakan, Sifat malu darinya tergantung kepada pengenalannya terhadap Rabbnya. Atau dengan kata malu adalah sifat yang melekat pada diri seseorang itu sangat terkait dengan kualitas imannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. sebagai berikut:
 عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْحَيَاءُ وَالْإِيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الْآخَرُ»  (رواه الحاكم)
Artinya:
Dari Ibn. Umar ra. Berkata, Nabi Saw. bersabda:, Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya. (HR. Hakim)
Islam menempatkan malu sebagai bagian dari iman. Orang beriman pasti memiliki sifat malu. Orang yang tidak memiliki malu berarti tidak ada iman dalam dirinya meskipun lidahnya menyatakan beriman. Rasulullah SAW bersabda, ''Iman itu lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang iman tertinggi adalah mengucapkan 'La ilaha illallah', dan cabang iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.'' (HR Bukhari-Muslim).
Apabila seseorang hilang malunya, secara bertahap perilakunya akan buruk, kemudian menurun kepada yang lebih buruk, dan terus meluncur ke bawah dari yang hina kepada lebih hina sampai ke derajat paling rendah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا، نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ، فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ، لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا، فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا، نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ، فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ، لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا، فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا، نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ، لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا، فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا، نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الْإِسْلَامِ (رواه ابن ماجه)

Artinya:
Dari Ibn. Umar bahwasannya Nabi Saw. bersabda, ''Sesungguhnya Allah apabila hendak membinasakan seseorang, Dia mencabut rasa malu dari orang itu. Sesungguhnya apabila rasa malu seorang hamba sudah dicabut, kamu tidak menjumpainya kecuali dibenci. Apabila tidak menjumpainya kecuali dibenci, dicabutlah darinya sifat amanah. Apabila sifat amanah sudah dicabut darinya maka tidak akan didapati dirinya kecuali sebagai pengkhianat dan dikhianati. Kalau sudah jadi pengkhianat dan dikhianati, dicabutlah darinya rahmat. Kalau rahmat sudah dicabut darinya, tidak akan kamu dapati kecuali terkutuk yang mengutuk. Apabila terkutuk yang mengutuk sudah dicabut darinya, maka akhirnya dicabutlah ikatan keislamannya.'' (HR Ibn Majah).
Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada seseorang, yaitu:
1). Malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Malu ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah dan umat.
2). Malu kepada manusia. Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.
3). Malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu mengawasinya.
Sifat malu begitu penting karena sebagai benteng pemelihara akhlak seseorang dan bahkan sumber utama kebaikan. Maka dari itu, sifat ini perlu dimiliki dan dipelihara dengan baik. Sifat malu dapat meneguhkan iman seseorang.

c.   Rajin
Menurut bahasa rajin berarti suka bekerja, getol (sungguh-sungguh bekerja), giat berusaha dan kerapkali; terus-menerus. Kata rajin sangat terkenal dengan sebuah peribahasa “rajin pangkal pandai”
Sifat rajin dapat difahami sebagai kondisi jiwa yang dapat mendorong kesungguhan untuk melakukan kegiatan tertentu secara terus-menerus dalam mencapai suatu tujuan. Kebalikannya adalah sifat malas, sifat yang melekat dengan kuat di dalam sudah yang mendorong seseorang tidak mau, segan atau tidak berminat melakukan sesuatu.
Perlu difahami bahwa perubahan kondisi dalam hidup kita sangat ditentukan dengan tingkat keseriusan dan kerja keras yang kita lakukan. Allah Swt. tidak akan pernah mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu berusaha untuk mengubah apa yang ada di dalam dirinya. Allah Swt. berfirman sebagai berikut:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (الرعد: 11)
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mau merubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’du/13: 11)
Merubah sesuatu yang ada di dalam diri mereka (manusia) yang dimaksud adalah merubah akhlaknya. Terutama dalam hal ini merubah sifat-sifat yang membangun seperti sifat malas menjadi rajin, boros/pelit menjadi hemat dan lain-lain. Siapa yang bau berubah nasibnya menjadi lebih baik maka ia harus merubah sifat-sifat destruktif menjadi sifat-sifat yang konstruktif.
Keberhasilan tak akan pernah datang hanya dengan mengkhayal. Sunnatullah dalam kehidupan ini menegaskan bahwa tidak mungkin kita kenyang hanya dengan mengkhayal, tetapi rasa kenyang akan datang setelah kita makan, begitu pun juga kesulitan hanya akan dapat diatasi ketika kita melakukan usaha untuk mengatasinya. Rezeki akan datang ketika kita berusaha untuk menjemputnya, dan tidak akan pernah datang hanya dengan bermimpi.
Pentingnya usaha atau ikhtiar yang kita keluarkan dalam mencapai suatu tujuan yang kita harapkan itu menjadi landasan penting dari kesungguhan kita dalam bertawakal kepada Allah Swt. Bertawakal bukanlah berpasrah tanpa usaha, tawakkal ialah upaya yang diawali kebulatan tekad, menyusun rencana yang matang berdasarkan kemampuan dan ilmu yang kita miliki.
Jihad juaga jangan hanya dimaknai sebatas mengangkat senjata, tapi pelajaran penting dari jihad adalah bagaimana pentingnya motivasi untuk berusaha. Pergi ke medan perang membutuhkan kekuatan lahir dan batin, butuh kekuatan untuk mengusir rasa malas dan rasa takut.
Mungkin kita harus merenungkan pula, jika saja para sesepuh dan tokoh bangsa ini di masa lalu tak mampu mengusir rasa malasnya, nikmat kemerdekaan negara ini belum tentu sebaik seperti yang kita rasakan pa
Terkait dengan sifat malas sebagai penyakit yang harus diperangi, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa yang sering beliau panjatkan kepada Allah Swt. seperti diriwayatkan dari Anas ra. sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَوَّذُ بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ، كَانَ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ، وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَسُوءِ الْكِبَرِ، وَفِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ»
Artinya
Dari Anas berkata, dalu Rasulullah Saw. mohon perlindungan kepada Allah dengan kalimat-kalimat ini. Beliau berdoa, “Ya Allah ya Tuhan kami, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan dukacita, aku berlindung kepada-Mu dari lemah kemauan dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari tekanan utang dan kezaliman manusia.” (HR Baihaqi)
Melalui doa tersebut, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita, bahwa sosok seorang muslim sejati haruslah tergambar sebagai sosok yang penuh semangat, memiliki motivasi tinggi dan rajin dalam mengejar kesuksesan, dermawan, mandiri, serta peduli terhadap sesama.
Tidak patut disebut sebagai seorang muslim sejati, jika kita senantiasa mengeluh, malas, takut, dan kikir, bahkan selalu bergantung kepada orang lain dan sering berbuat zalim. Ingatlah bahwa surga Allah Swt. tak akan dapat kita raih hanya melalui lamunan dan angan-angan, tapi harus diraih dengan semangat yang tinggi untuk konsisten dalam jalan hidup yang diridai Allah Swt. Seorang muslim harus rajin dalam segala hal; rajin beramal, belajar, bekerja, dan berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas diri sehingga menjadi orang yang terbaik, sukses hidupnya dunia akhirat.


d.  Hemat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indosenia hemat diartikan dengan berhati-hati dalam membelanjakan uang. Semenjak Saudara ada di bangku sekolah dasar, pasti Saudara sudah hafal betul dengan pepatah yang satu ini, "Hemat Pangkal Kaya". Seakan atau sepintas hemat hanya berhubungan dengan harta.
Hemat Pangkal Kaya dimaknai, apabila kita senang menabung alias hidup hemat dalam kehidupan sehari-hari, maka kita bisa dengan mudah mencapai apa yang kita inginkan atau kita dambakan. Bahkan, tidak mustahil jika ingin menjadi orang yang sukses juga harus hemat.
Hemat dalam kehidupan sehari-hari adalah sifat jiwa yang sudah menyatu dengan dirinya yang dapat mendorong seseorang menggunakan segala sesuatu yang dimilikinya, baik harta, tenaga maupun waktu sesuai dengan kebutuhan. Hemat berarti tidak boros dan juga tidak kikir atau pelit. Orang-orang yang hemat bisa menahan nafsunya untuk tidak membeli barang yang tidak penting. Orang yang hemat akan berusaha dengan upaya yang maksimal untuk membeli dan memenuhi kebutuhannya, meskipun dalam kondisi serba kekurangan.
Sikap boros dilarang oleh ajaran agama Islam sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (الاسراء: 27)
Artinya:
Sesungguhnya mubadzir itu adalah teman setan. Dan setan itu ingkar kepada Tuhannya (QS. Al-Isra’/17:27)
Sementara pelit atau bakhil itu adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah Swt. dan menyebabkan jauh dari rahmat-Nya. Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنَ النَّارِ، وَالبَخِيلُ بَعِيدٌ مِنَ اللَّهِ بَعِيدٌ مِنَ الجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنَ النَّارِ (رواه الترمذي)
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda, ‘Sifat dermawan itu dekat kepada Allah, dekat dari surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan  sifat kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dengan manusia dan dekat dengan neraka (HR. At-Turmudzi)
Bagaimana menurut Saudara, apakah hemat itu lawan dari boros? Saya berharap Saudara mulai faham kalau hemat adalah sifat yang terbaik dan yang terbaik adalah yang ada di tengah. Hemat bukan boros dan juga bukan pelit. Sementara dermawan adalah memberikan sesuatu yang kita miliki sesuai dengan yang disyariatkan Allah sedang pelit adalah menahan hak orang lain yang ada pada diri kita.
Hemat adalah membelanjakan apa yang kita punya secara sempurna. Allah Swt. berfirman:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (الفرقان: 67)
Artinya:
Dan orag-orang yang membelanjakan (hartanya) dengan tidak berlebih dan tidak pelit. Dan pembelanjaannya itu sempurna diantara yang demikian itu (QS. Al-Furqan/25:67).
Di era modern ini, kebanyakan masyarakat memiliki pola hidup yang konsumtif. Ini tentu sangat susah dihilangkan apabila sudah melekat di dalam diri masing-masing. Dengan perilaku yang super konsumtif ini, maka akan membuat kesenjangan sosial menjadi lebih terlihat mencolok. Hal ini juga yang akan menimbulkan dan meningkatkan kecemburuan sosial di dalam kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya hemat juga berlaku pada hal-hal selain dalam penggunaan barang/harta dan uang. Orang yang hemat juga pandai dalam menggunakan kesempatan dan waktu.  Ia akan membuat rencana dan jadwal untuk menggunakan waktu, sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia karena hanya sebuah alasan yang tidak jelas. Sangat penting bagi kita apabila bisa menggunakan waktu dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Betapa pentingnya kita untuk bisa mengatur waktu, hemat dengan karunia kesempatan waktu yang sudah Allah Swt. berikan kepada kita. Dia yang Maha Mengatur beberapa kali bersumpah terkait dengan waktu. Diantaranya adalah sebagai berikut:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ  (العصر: 1-3)
Artinya:
Demi waktu ashr, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran (QS. Al-‘Ashr/103: 1-3)
Waktu merupakan sesuatu yang berharga dalam setiap kehidupan seseorang. Banyak orang yang gagal memperoleh kesuksesan karena beranggapan bahwa waktu yang tersedia terbatas. Padahal waktu yang diberikan kepada kita hakekatnya sama, satu tahun 12 bulan atau 365 hari, satu hari 24 jam dan seterunya. Masalahnya adalah bagaimana kita dapat mengatur waktu, menghemat waktu.
Keberhasilan kita dalam mengelola waktu dengan baik dapat membantu kita menghadapi stress yang dapat menimpa pada sitiap orang. Dalam hal ini, kegiatan mengatur waktu menjadi penting bagi kita dan harus dilakukan oleh setiap pribadi yang ingin hidupnya lebih teratur, terarah, sehat dan terkendali dan tentunya terhindar dari stress.
Proses mengatur waktu dimulai dengan mengidentifikasi sejumlah kegiatan yang biasa kita lakukan setiap harinya, dengan kata lain mengidentifikasi kegiatan rutinitas kita setiap harinya. Hal ini akan memudahkan kita mengatur dan mengorganisir setiap kegiatan satu per satu dan menempatkannya pada kuadran waktu yang telah kita tentukan.
Bagaimana pendapat Saudara tentang hubungan hemat dan akhlak terhadap diri sendiri? Mudah-mudahan Saudara faham dan mengerti. Yang jelas orang yang hemat berarti ia telah berbuat baik kepada diri sendiri. Ia akan menjadi orang yang bisa menahan diri dalam menggunakan karunia Allah,  pandai mengelola nikmat terutama sehat dan waktu, sehingga kita dapat berharga bagi orang lain, merasakan kebahagian tanpa penyesalan, dan bisa hidup sederhana.
 
e.  Istiqamah

Menurut bahasa Istiqomah berarti “lurus, menjadi lurus atau tegak lurus”, adalah bentuk mashdâr dari fiil istaqama – yastaqimu istiqamatan (Almunawwir; 1173), atau jalan yang lurus dan benar (Mufradat Alfazh al-Qur’an, hlm. 692) juga berarti tetap beramal berdasarkan agama tauhid, tidak kembali pada kemusyrikan (Al-Maraghi, Juz 24: hlm. 127). 
Menurut Istilah istiqamah adalah kata yang mencakup semua urusan agama yakni mendirikan (melaksanakannya secara sempurna) dan menunaikan janji terkait dengan ucapan, perbuatan, keadaan dan niat dengan sebenar-benarnya kehadirat Allah Swt. (Ibn. Qayyim, Madarid as-Salikin, Juz III, h. 1708)
Abdur Razaq mendefinisikan bahwa istiqamah itu menuju jalan yang lurus yakni agama yang sempurna dari keterpihakan ke kanan atau ke kiri, mencakup ketaatan lahir dan batin terhadap pelaksanaan perintah dan meninggalkan larangan sehingga dapat dikatakan sebagai wasiat ketaatan agama secara menyeluruh (Asyru Qawaid fi al-Istiqamah, hal. 13)
Dengan demikian dapat difahami bahwa istiqamah adalah sifat yang sudah menyatu dengan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan jalan yang lurus (benar) berupa ketaatan mutlak kepada Allah Swt. secara konsisten dan terus menerus dalam keadaan apapun dan di mana pun ketika menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ketaan kepada Allah Swt. yang dawam (terus-menerus) merupakan bagian penting dari Istiqamah.
Jiwa yang istiqamah adalah jiwa yang muttaqin sejati. Siapa yang dapat menjaga ketakwaannya berarti dia berkhlak mulia kepada Rabnya sekaligus kepada dirinya sediri. Bahkan ia juga berakhlak baik kepada semua makluk Allah Swt. Kebaikan dan keutamaan yang kembali pada diri orang yang istiqamah adalah mendapat jaminan menjadi kekasih Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (فصلت:30-32)
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka istiqamah, maka turunlah malaikat-malaikat  kepada mereka sembari berkata “Janganlah kalian takut dan jangan pula bersedih dan bersenang-senanglah dengan surge yang telah dijanjikan kepada kalian”. Kami adalah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Di dalamnya terdapat sesuatu untuk kalian yang kalian inginkan dan kalian minta. Sesuatu yang turun dari Tuhan yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (QS Fussilat/41:30 -32)
Orang yang istiqamah, konsisten jalan pikirannya, ucapan dan perbuatannya akan selalu mendapatkan kemudahan dalam menghadapi kesulitan, akan mendapatkan pertolongan dari Dzat yang Maha segalanya. Baginya yang susah akan jadi mudah, yang jauh akan jadi dekat, yang sedikit akan jadi banyak dan seterusnya.

CONTOH RPP 1 LEMBAR


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan                    : SMP Negeri 22 Balikpapan
Mata Pelajaran                           : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Kelas/Semester                         : VIII (Delapan) / Genap (Tahun Pelajaran 2019/2020)
Materi Pokok                             : Q.S. Al-Furqān/25: 63, Q.S. Al-Isrā’/17: 26-27  dan Hadis tentang Rendah Hati, hemat dan hidup sederhana (Discovery Learning – Poster Session & Short Card)
Alokasi Waktu                           :  9 JP x 40 menit ( 3 Pertemuan)

A.      Tujuan Pembelajaran :
1.       Menyebutkan arti Q.S. Al-Furqan/25:63 dan Q.S. Al-Isra’/17:27  serta hadis  rendah hati, hemat dan hidup sederhana dengan benar.
2.       Menjelaskan makna isi kandungan Q.S. Al-Furqan/25:63 dan Q.S. Al-Isra’/17:27  serta hadis  rendah hati, hemat dan hidup sederhana dengan benar.
3.       Mengidentifikasi hukum bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam qomariyah  dalam Q.S. Al-Furqan/25:63 dan Q.S. Al-Isra’/17:27  dengan benar.
4.        Mendemontrasikan bacaan  Q.S. Al-Furqan/25:63 dan Q.S. Al-Isra’/17:27 dengan tartil.
5.       Menampilkan contoh perilaku rendah hati, hemat dan hidup sederhan sebagai implementasi Q.S. Al-Furqan/25:63 dan Q.S. Al-Isra’/17:27 serta hadis terkait dengan benar.

B.      Kegiatan Pembelajaran
1.       Pendahuluan (15 Menit)
·     Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa  untuk  memulai pembelajaran
·     Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
·     Guru menstimulus dan memberikan motivasi melalui tayang video/gambar
·     Menyampaikan tujuan pembelajaran, cakupan materi dan rubrik penilaian

2.       Kegiatan Inti (90 Menit)
Pertemuan 1
Tahap 1                 : Mengumpulkan informasi yang relevan dengan mengamati, membaca dan menanya berupa tugas portofolio tentang isi kandungan Al-Qur’an dan Hadits terkait materi dalam Lembar Kerja (LK-1).
Tahap 2                 : Mempresentasikan hasil LK. 1 secara bergantian antar kelompok.
Tahap 3                 : Menyusun rancangan tugas mencari informasi tentang Ilmu Tajwid melalui Lembar Kerja (LK-2).
Pertemuan 2
Tahap 4                 : Secara berkelompok mengumpulkan data dan informasi tentang hukum bacaan tajwid pada LK-2.
Tahap 5                 : Mempresentasikan hasil LK.2 secara bergantian antar kelompok dan melatih diri dengan latihan-latihan soal.
Pertemuan 3
Tahap 6                 : Mendemostrasikan bacaan Q.S. Al-Furqan/25:63 dan Q.S. Al-Isra’/17:27 dengan tartil dan lancar sesuai hukum bacaan tajwid pada Lembar Kerja (LK-3).
Tahap 7                 : Evaluasi proses dan hasil Lembar Kerja.

3.       Penutup (15 Menit)
·         Membuat simpulan, refleksi, umpan balik, penugasan mandiri untuk mengatasi permasalahan dan menyampaikan pesan-pesan moral untuk peduli antar sesama manusia dan lingkungan.
·         Menyampaikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang akan datang dan berdo’a.

C.        Penilaian 
1.       Teknik Penilaian antara lain : sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan (Tertulis, Tes Lisan dan Penugasan) dan keterampilan (praktik, proyek dan portofolio).
2.       Pembelajaran Remedial dengan tutor sebaya atau penugasan dan pengayaan melalui tugas kelompok untuk menambah wawasan mengenai materi pembelajaran terkait.

Mengetahui,
Kepala SMPN 22 Balikpapan


SUNARMI, S.Pd. M.M.
NIP. 19651205 199103 2 007

Balikpapan, 6 Januari 2020
Guru Mata Pelajaran,


  T A U F I Q, S.Pd.I
NIP : 198512102011011005


TEORI PENDIDIKAN